Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

ALUMNI KEREN DAN BERHATI EMAS



BELUM SATU BULAN LULUS, SEORANG ALUMNI SUDAH BERKARYA MEMBANGUN PSIKOLOGI UP45

Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Univesitas Proklamasi 45
Yogyakarta


Apa kewajiban alumni? Memperhatikan, peduli, simpati dan akhirnya menyumbang pada institusi yang sudah meluluskannya? Apa iya demikian? Kalau ya, apakah ada peraturannya? Kalau tidak melaksanakan apa ada sanksinya? Bukankah ijasah sudah diberikan kepada alumni, sehingga terputuslah hubungan alumni dengan para dosen yang sudah memberikan ilmu? Paling-paling alumni bersedia datang ke institusi tempatnya menuntut ilmu, kalau ia butuh rekomendasi, butuh pengakuan dari dosennya, butuh legalisir ijasah. Di luar urusan-urusan itu, alumni cenderung tidak peduli pada institusi.

Oh ya, masih ada satu alasan lagi yang mana alumni mau beranjangsana ke institusi tempatnya dulu menuntut ilmu, yaitu menengok mantan dosennya yang thuyuk-thuyuk (maksudnya sudah lansia). Sekedar say hello mungkin. Apakah memang seperti itu karakteristik alumni? Kalau ya, siapa yang harus disalahkan? (catatan: kebiasaan kita adalah sering mencari terdakwa untuk setiap masalah).


Sebetulnya kepedulian alumni pada institusi tempatnya menuntut ilmu itu bisa dimunculkan. Bagaimana cara memunculkannya? Strategi yang biasa dilakukan adalah sering berinteraksi sosial melalui berbagai media. Memang harus ada dosen yang senang bergaul dan aktif di media sosial. Interaksi sosial itu tidak dibangun ketika mahasiswa sudah lulus, namun semenjak mahasiswa berada di semester 1. Mahasiswa harus terus dilayani, dilibatkan dalam berbagai kegiatan positif, dan selalu diberi dorongan positif. Mahasiswa harus dilayani dengan sepenuh hati oleh dosen, bukan berarti mahasiswa dimanjakan, selalu mendapat nilai A, dan selalu dimaafkan perilaku negatifnya. Mahasiswa dilayani berarti mereka mendapatkan hak-haknya dengan baik, mendapatkan penjelasan yang masuk akal dan tidak pernah dipersulit urusan-urusan akademiknya. Apakah ada dosen seperti itu?

Adalah Yudha Andri Riyanto, S.Psi., yang baru saja diwisuda pada 20 Mei 2017 lalu. Semenjak semester pertama, Yudha Andri sudah memperlihatkan karakteristiknya yang sulit dikelola oleh dosen. Ia sering merepotkan dosen, sering mengkritik, sering tidak masuk, dan perilaku-perilaku lainnya yang menjengkelkan. Sebagai dosen, saya sering menghadapi dilema, perlukah mahasiswa seperti ini saya persulit saja urusan akademiknya? Perlukan ia saya beri nilai C eh D saja? Nilai D lulus, tetapi sangat rendah. Kalau ia saya perlakukan dengan negatif (karena ia sering mengkritik saya), maka jumlah mahasiswa Psikologi UP45 akan berkurang. Lama-lama, bukan tidak mungkin, Prodi Psikologi UP45 tutup karena kehabisan mahasiswa.

Fenomena mahasiswa mengkritik dosen adalah lagu lama, namun akan terus terjadi sepanjang masa. Seharusnyalah dosen bijak menghadapi mahasiswa seperti Yudha Andri ini. Adalah seorang dosen Psikologi UP45, Fx. Wahyu Widiantoro, S,Psi., MA., yang ternyata punya karakter sebagai penggembala (penggembala domba pada kisah-kisah rohani). Ia tidak pernah marah, selalu bersikap positif kepada para mahasiswanya. Bila ada domba (mahasiswa) yang nakal maka ia akan menegurnya dengan baik. Tujuannya adalah melayani semua mahasiswa Psikologi UP45 dengan cinta kasih. Karakternya memang mirip dengan The Priest (ia bukan pembantai bangsa Vampir seperti di film Priest).

Beruntunglah Yudha Andri ini kerap berinteraksi dengan dosen the priest. Yudha Andri selalu dilibatkan dalam berbagai kegiatan positif. Salah satu kegiatan positif yang perlu dilaporkan dalam tulisan ini adalah kepedulian Yudha Andri sebagai alumni yang belum genap 1 bulan, ternyata sangat peduli pada mahasiswa prodi Psikologi UP45 angkatan 2016/2017.

Pada 8 Mei 2017 yang lalu, mahasiswa angkatan 2016/2017 mengadakan acara buka bersama. Acara utamanya tentu saja makan-makan. Hal yang menarik adalah Yudha Andri datang pada acara tersebut dan memberi dorongan motivasi yang keren. Ia mencontohkan dirinya sendiri tentang kesulitannya mengatur jadwal kerja dan jadwal kuliah, tentang kejengkelannya pada dosen yang seenaknya sendiri (seperti saya), tentang citra buruk UP45, dan berbagai hal negatif lainnya. Ia tidak menyerah. Ia mentahbiskan dirinya sebagai pejuang, dan ia menancapkan tekad kuat dalam hatinya bahwa ia harus lulus dalam jangka waktu 3,5 tahun. Setelah berjuang tidak kenal lelah (pengorbanannya darah dan air mata), akhirnya ia lulus tepat 3,5 tahun sesuai dengan cita-citanya. Ia adalah lulusan pertama dari program mahasiswa karyawan.

Yudha Andri dapat menguasai dirinya dengan cerdik dan bijak ketika berinteraksi dengan dosen yang tidak bermutu (seperti saya). Sebenarnyalah ia patut mendapatkan gelar sarjana psikologi plus, karena ia dapat menguasai dirinya. Ia dapat tertawa tertawa terbahak-bahak ketika disudutkan dosen. Ia bahkan membalas perlakuan dosen kejam (seperti saya) dengan komentar-komentar yang sopan namun mengena.

Apa pelajaran yang dapat dipetik dari kepedulian alumni ini? Dosen tidak perlu malu untuk belajar tentang kehidupan pada mahasiswa. Dosen tidak perlu duduk manis di menara gading terus-menerus sehingga tidak mau menyentuh dan menggembala mahasiswa seperti Yudha Andri ini. Justru mahasiswa dengan karakter seperti Yudha Andri ini akan membuat dosen menjadi semakin bijak dan dewasa. Semoga Yudha Andri kelak dapat meraih cita-citanya yang setinggi langit itu. Jangan lupakan Prodi Pskologi UP45 ya.

Post a Comment

1 Comments

  1. Waduh, seperti ini bukan karena diri saya sendiri, akan tetapi lingkungan dan motivasi secara tidak langsung dari para dosen Psikologi lah yang membuat seperti itu

    ReplyDelete

Tidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji