Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

PENGUBAHAN DIRI YANG MINIM RISIKO:

 

MENGUBAH DIRI MENJADI LEBIH BAIK MELALUI KEGIATAN OLAHRAGA

Arundati Shinta

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45

Yogyakarta


Ketika lulus sekolah paling bergengsi saya bercita-cita ingin mengubah orang-orang di sekeliling saya. Saya sangat ingin agar mereka lebih menghormati dan tidak menghina saya lagi. Segera setelah lulus, saya melakukan pembenahan-pembenahan di tempat kerja. Tujuannya adalah agar teman-teman kerja berperilaku sesuai dengan harapan saya. Pada titik itulah terjadi hal-hal di luar kehendak saya. Orang-orang di sekeliling saya menolak untuk diperintah. Mereka tidak mau mengubah perilaku dan bahkan justru lebih menghina saya. Saya terpuruk. Butuh waktu yang sangat lama untuk bangkit kembali. Ketika terpuruk itulah, saya membaca sangat banyak kata-kata motivasi. Salah satu kata-kata berasal dari Jalaluddin Rumi, penyair sufi yang tersohor dan lahir pada tahun 1207. Ia menulis “Kemarin aku merasa pintar karena itu aku ingin mengubah dunia. Sekarang aku lebih bijaksana, maka aku mulai mengubah diriku sendiri” (Latif, 2012). 

 

Kata-kata bijak dari Rumi itulah yang menginspirasi saya untuk melakukan perubahan diri, alih-alih mengubah orang lain. Saya termenung, apa yang harus saya ubah? Saya merasa bahwa yang harus saya ubah adalah cara-cara beriteraksi dengan orang-orang di sekeliling. Bisakah saya mengubah cara-cara saya berinteraksi sosial? Rasanya mengubah cara berbicara, cara tersenyum, cara mengajak orang-orang, cara menolak dan sebagainya, adalah hal-hal yang sangat sulit. Meskipun demikian, keinginan untuk mengubah diri adalah sangat kuat. Selanjutnya terpikirlah strategi untuk mengubah diri. Strategi itu mensyaratkan bahwa kegiatan tersebut harus:

  • Sederhana
  • Mudah dilakukan
  • Tidak membutuhkan biaya yang tinggi, murah bahkan kalau bisa gratis.
  • Bisa segera terasa dampaknya dan terukur dengan cermat.
  • Pelaksanaannya dilakukan secara mandiri.

Hal paling penting dalam pelaksanaan kegiatan pengubahan diri adalah adanya komitmen. Komitmen adalah kesediaan untuk melakukan sesuatu secara bersungguh-sungguh. Istilahnya adalah “Apa pun yang terjadi, saya akan tetap melakukannya” Komitmen akan semakin dipatuhi ketika komitmen itu diucapkan di depan teman-teman kerjanya. Alasannya adalah orang Indonesia adalah masyarakat kolektif alih-alih individual, sehingga mereka akan mudah melakukan sesuatu bila orang lain juga melakukan hal serupa.

Kegiatan apa yang bisa dilakukan sebagai cara untuk mengubah diri dan memenuhi lima syarat di atas? Itu adalah kegiatan olahraga, karena kegiatan tersebut bisa terukur dengan lebih mudah daripada kegiatan perubahan diri lainnya. Kegiatan olahraga yang saya pilih adalah jogging, karena sesuai dengan lima persyaratan pengubahan diri tersebut di atas. Berikut tabel prestasi pengubahan diri melalui kegiatan jogging:

 


Tabel 1 dan grafik 1 memperlihatkan bahwa saya sudah melakukan pengubahan diri melalui kegiatan jogging selama 18 minggu, mulai 9 Agustus 2022. Rentang waktu tersebut sudah memenuhi syarat terjadinya perubahan perilaku yakni tiga minggu (Arlinta, 2023), bahkan sudah mengarah pada terbentuknya kebiasaan baru. Pada setiap minggu, saya selalu mengusahakan jogging lebih dari 1 kali. Jadi data pada tabel tersebut adalah nilai rata-rata. Pada minggu pertama, jarak tempuhnya 3,9 km dalam waktu 65 menit. Pada minggu ke-18, jarak tempuhnya adalah 8,4 km dalam waktu 117 menit. Prestasi tersebut dicapai karena setiap minggu ada usaha untuk menambah jarak tempuh (disebut nilai tambah). Artinya, pada setiap kegiatan saya berusaha lebih baik daripada hari-hari sebelumnya.

Ada banyak skeptimisme terutama dari mahasiswa tentang proses pengubahan diri ini.  Strategi untuk memperkuat komitmen pengubahan diri adalah dengan memberi bukti nyata bahwa  saya sebagai dosen juga bisa menjadi suri tauladan. Berikut adalah tantangan-tantangan yang harus dihadapi dalam proses pengubahan diri tersebut.

1)    Munculnya rasa malas untuk memulai kegiatan. Selalu ada alasan pembenar untuk menolak berolahraga. Cara mengatasinya adalah dengan membayangkan wajah mahasiswa yang mentertawakan saya. Imajinasi itu segera memecut saya untuk berolahraga. Cara berikutnya adalah dengan menggunakan kostum olahraga yang bagus, karena saya senang dengan barang bagus. Kemampuan mengatasi rasa malas ini sangat jitu mengatasi penolakan pasif pada mahasiswa (mengerjakan tugas namun tidak serius atau penipuan kegiatan).

2)    Munculnya rasa ingin jogging hanya dengan jarak 50% saja dari target. Alasannya adalah rasa lelah berkepanjangan. Cara mengatasinya adalah dengan tidak menentang keinginan tersebut namun dibumbui dengan bujukan (self-persuade). Misalnya, targetnya adalah 5 km, namun pada jarak 4,1 km saya sudah ingin berhenti saja. Mulailah usaha-usaha pembujukan diri: “Baiklah saya akan berhenti berolahraga pada jarak 4,5 km saja”. Pada jarak 4,5 km ternyata keinginan untuk berhenti telah menghilang sehingga jogging diteruskan sampai target terpenuhi. Cara selanjutnya adalah dengan jeda sejenak sambil minum minuman air mineral setelah jogging 30 menit. Pada lomba lari marathon, jeda waktu itu biasanya terjadi di area water station.

3)    Munculnya rasa jengah ketika jogging dilakukan di tengah perkampungan yang padat. Para tetangga sering mengawasi, karena kostum saya celana super pendek. Maklumlah, warga perempuan seusia saya pada umumnya duduk manis di dalam rumah dan memakai baju serba tertutup. Cara untuk mengatasinya adalah dengan jogging di halaman belakang rumah yang jarak bangunan dengan dinding pembatas adalah 17 m. Jadi saya jogging bolak-balik saja. Strategi ini sangat jitu, karena pada saat itu situasi pandemi Covid-19 juga masih mencekam.

4)    Munculnya sifat lupa tentang jarak yang sudah ditempuh. Strategi untuk mengatasinya yakni saya menggunakan tutup botol dari plastik sebagai penanda. Ketentuannya, 1 tutup botol = 34 m (Shinta, Yosef & Yosef, 2020). Jadi bila sudah meletakkan 128 tutup botol maka berarti saya sudah  menempuh 34 x 128 = 4.352 m (4,3 km).

5)    Munculnya rasa khawatir bahwa waktu tempuh sudah melebihi batas. Ini sering terjadi pada saat jumlah tutup botol sudah semakin sedikit. Cara mengatasinya adalah justru dengan tidak melihat jam dinding dan terus menambah kecepatan berlari. Cara jitu selanjutnya adalah dengan menggenggam semua tutup botol di tangan, sehingga wadah penampung tutup botol menjadi kosong. Cara ini menenangkan dan menambah keyakinan saya untuk menyelesaikan target jarak dalam waktu yang lebih cepat.

6)    Munculnya rasa ingin muntah. Cara untuk mengatasinya adalah jeda sejenak dan muntahan itu memang harus dikeluarkan. Peristiwa muntah itu menandakan bahwa jenis olahraganya terlalu berat. Setelah jeda sejenak biasanya badan segar kembali.

7)    Munculnya rasa ingin BAB (buang air besar) dan BAK (buang air kecil). Ini adalah penanda buruknya pengaturan jadwal makan. Cara mengatasinya adalah jeda sejenak dan bergegas pergi ke toilet. Dampak positif dari tantangan ini adalah saya menjadi cepat dalam proses BAB. Pada masa lampau (sebelum program pengubahan diri), saya terbiasa bermenung-menung di dalam toilet. Pada saat perlombaan lari marathon, tantangan jenis ini cenderung menurun karena saya mempersiapkan diri sebaik mungkin sebelumnya. Misalnya makan paginya adalah buah pisang saja, dan minum teh hangat.

Bagaimana caranya agar, kegiatan pengubahan diri ini bisa berkesinambungan (sustain)? Cara jitunya adalah mengikuti lomba lari marathon secara rutin (sekali setiap bulannya). Jumlah medali yang sudah diraih mulai November 2022 sampai dengan Agustus 2023 adalah 7 buah. Jarak tempuh paling jauh adalah 8 km (waktu 105 menit). Waktu rata-rata adalah 50-54 menit untuk jarak 5 km. Tantangan berikutnya adalah membangun rasa percaya diri untuk jarak lari 10 km.

Daftar Pustaka:

Arlinta, D. (2023) Perubahan perilaku: Tiga minggu membangun kebiasaan. Kompas. 2 Januari, Hal. 8.

Latif, Y. (2012). Harapan di tengah kemurungan. Kompas, 11 Desember 2012, hal. 15.

Shinta, A., Yosef, L.G. & Yosef, F.M. (2020). Walking race sebagai strategi mengatasi rasa bosan di rumah. Buletin KPIN. 4 April.

 


 

Post a Comment

0 Comments