Rauf
Fakultas Teknik
Universitas Proklamasi 45
Potensi
migas Indonesia, sumber
daya alam ini memang menjadi daya tarik yang utama, terutama di negara kita
sendiri atau pun di luar. Karena
setiap harinya kita masih bergantung pada energi. Energi yang sering kita gunakan
pun juga merupakan energi dari fosil atau un-renewable energy. Mudahnya saja setiap hari kita
selalu menggunakan minyak ataupun gas dalam kehidupan harian, dari situlah Indonesia, energi
migas masih menjadi andalan utama perekonomian Indonesia, baik sebagai
penghasil devisa maupun pemasok kebutuhan energi dalam negeri.
Sumber
energi fosil khususnya minyak bumi masih mendominasi pangsa energi global, dan
posisi ini diperkirakan sampai dengan tahun 2030. Sampai saat ini, minyak bumi
masih mendominasi bauran energi primer nasional (52%). Dari banyak nya sumber daya
migas di Indonesia ini tentunya kita mengetahui bahwa sumber daya tersebut masih dikelola dan
dikuasai oleh Asing.
Keberadaan
Asing menguasai sumber daya migas di Indonesia sudah dimulai sejak zaman
penjajahan akan tetapi sudah di jelaskan sebelum nya bahwa Kontrak dengan
perusahaan asing sudah terjadi sejak tahun 70-an. Sampai saat ini kontrak
tersebut masih valid.
Beberapa bukti bahwa ternyata memang sudah dari dahulu penguasaan migas tersebut
sudah dijalankan diantaranya untuk
mendapatkan suara dalam jumlah yang
signifikan untuk Partai Golkar melakukan
“Barter Minyak“
dengan menggunakan pendekatan
unik dimana atas persetujuan Pertamina, suatu perusahaan negara di bidang migas
hak distribusi. Setelah
mendapatkan hak distribusi minyak tanah di wilayah Jawa. Kemudian minyak tersebut
ditawarkan kepada para Pemimpin yang kemudian memberikan hak distribusi
lokal kepada simpatisan mereka, balasannya mereka harus memberikan suaranya
kepada Golkar.
Cara yang ditempuh berhasil, sehingga pada Pemilu 1971
Golkar menang mutlak. Mulainya
penguasaan Asing terhadap sumber daya migas ini tentunya sudah dimulai sejak
lama dan ada yang bertanggung jawab ataupun menangani kontrak ataupun penguasaan
lapangan migas tersebut dari sejak dahulu, seperti Negara kaya minyak dibuat menjadi miskin
minyak kalau negara-negara
macam Venezuela, Timur Tengah
bensin lebih murah seharusnya Indonesia jauh lebih murah namun kenyataanya, sesuai UU
No.25/2007, yang ditetapkan oleh Presiden, Asing diperbolehkan menguasai,
menyedot, dan menguras tanah Indonesia selama hampir satu abad (Era Soeharto,
30 Tahun) Indonesia telah merdeka 66 tahun, tetapi 88,8 persen pertambangan
migas dikuasai asing.
Liberalisasi migas sejak orde baru
yang ditandai dengan masuknya investor asing dalam mengekplorasi migas di
Indonesia. Namun mereka belum leluasa sepenuhnya, hanya boleh masuk di sebagian
sektor hulu, dan BUMN Pertamina masih ditetapkan sebagai pemain tunggal yang
berhak mengelola hulu dan hilir migas di Indonesia. Agar asing bisa menguasai
semuanya, sektor migas, hulu maupun hilir harus diliberalisasi. Melalui IMF,
USAID, Bank Dunia, ADB dan lainnya, dengan kolaborasi para komprador di negeri
ini, mereka berhasil meliberalisasi migas dengan lahirnya UU Migas No. 22 tahun
2001.
Penguasaan Migas oleh Asing di
Indonesia tidak hanya dikarenakan sumber daya manusia dari bangsa ini, akan tetapi suatu kesimpulan
bahwa memang sudah sejak dari zaman rezim. Penguasaan migas sendiri sudah
di koordinatori oleh pemimpin bangsa yang berpihak pada Asing.
Buktinya, amanah UUD 1945 sekadar
deret kata, titik dan koma tanpa makna. Sejak merdeka ‘kata sejarah’ hingga
hari ini ‘sejarah mencatat’, kekayaan tambang dan mineral di perut bumi
Indonesia lebih banyak dinikmati orang-orang asing melalui
perusahaan-perusahaan mereka yang beroperasi di bumi Nusantara. Mereka dengan
leluasa mengeksploitasi kekayaan tambang Indonesia karena tata hukum, dan
perundang-undangan yang mengaturnya pun lebih memihak investor asing ketimbang
pro-kemakmuran rakyat Indonesia. Dari
masa sampai saat ini pun negar kita masih membutuhkan pihak Asing bannyak fakta
yang sudah di ungkapkan.
Dari apa yang telah diungkap sejarah bangsa Indonesia harus ditulis
ulang karena dapat belajar
dari masa lalu, dan memberikan yang terbaik untuk masa kini.
Sebab, apa yang terjadi di masa kini juga merupakan buah dari perjalanan
sejarah masa lalu. Membiarkan
saja sejarah yang ditulis di atas kebohongan akan membuat Indonesia makin
terjerumus dalam beragam kesulitan yang sulit diakhiri, karena sama saja
artinya membiarkan negara ini tetap dalam genggaman para pembohong pencipta
kebohongan sejarah itu. Waktu telah membuktikan, rezim pembohong takkan dapat
memakmurkan rakyat. Kasus penguasaan lahan tambang di Papua oleh Freeport
adalah salah satu contohnyanya, karena demi kepentingan pribadi, lahan yang
seharusnya dapat memakmurkan masyarakat sekitar, justru hanya membuat
masyarakat kian merana, terjerembab dalam kemiskinan yang kian dalam.
Kita butuh pionir untuk dapat
meluruskan sejarah, pionir yang kredibel, akuntabel, dan memiliki mental
negarawan sejati, bukan negarawan yang mengaku peduli pada kepentingan bangsa
dan negara, namun ternyata antek negara lain yang memiliki peran besar dalam
merusak negeri ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Hakim Reza
Bertho Zul, “ A Drop of Knowledge From
Allah SWT “
Setiawan
Putu Aditya Site, “Macam-Macam Batuan“, posted
on Wednesday, 21 October
2009
2 Comments
Elok ya mas Rauf itu pinter banget, tahu hubungan antara minyak dan politik. Saya teringat dengan satu tulisan yang menyebutkan bahwa memiliki minyak mungkin saja menjadi kutukan, bukan rejeki bagi rakyat. Setuju apa tidak mas Rauf?
ReplyDeleteMigas erat kaitannya dengan politik mb."minyak mungkin bisa menjadi kutukan" sepertinya bisa setuju tapi dilihat dari posisi yang mana mb tentu akan lebih baik kebijakan migas dipegang oleh yang mempunyai kemampuan dan tentunya tidak berkepentingan pribadi.
DeleteTidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji