MIMBAR AKADEMIK DI UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
Arundati Shinta
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Pada 9 November 2016, Ibu Dr. Bening Hadilinatih, Dosen
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta telah
memberikan orasi ilmiah. Orasi ilmiah iut adalah ringkasan disertasinya. Ibu
Bening baru saja lulus dari Program Doktor di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
UGM pada pertengahan 2016. Judul penelitiannya adalah: PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN PENAMBANGAN
MINYAK BUMI PADA SUMUR TUA (Studi kasus: Partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan penmabangan minyak bumi pada sumur tua di Blok Cepu). Disertasi ini
pada hakekatnya adalah menterjemahkan visi misi UP45 ke tataran praktis di
pandang dari sudut ilmu sosial. Berikut adalah ringkasan
dari disertasinya.
Indonesia memiliki sangat banyak tambang minyak bumi. Hal ini
karena Indonesia terletak di lokasi ‘cincin api’, yaitu lokasi yang banyak
terdapat gunung berapi. Minyak bumi itu ditambang, dan lokasi penambangannya
disebut sumur. Bila sumur-sumur itu dibor
sebelum tahun 1970, maka sumur itu disebut sumur tua. Sumur-sumur itu
mempunyai peralatan yang sudah tua sehingga sudah lama tidak berproduksi lagi.
Agar dapat berproduksi lagi, maka perlu ada pembaharuan alat-alat. Mengapa
perlu peralatan baru? Hal ini karena minyak bumi harus dimanfaatkan dengan
efisien. Hal itu dilakukan agar keamanan pasokan energi nasional terjamin.
Untuk mengelola kembali sumur-sumur tua itu, maka perlu
pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat akan tampak jelas dari
tingginya partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat yang tinggi ini akan
memberi dua dampak yaitu peningkatan produksi minyak bumi dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Hal yang menjadi permasalahan adalah partisipasi masyarakat akan
menimbulkan masalah sosial dan kerusakan lingkungan.
Permasalahan pokok yang diteliti adalah: Mengapa proses
pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan penambangan minyak bumi pada sumur
tua belum menghasilkan partisipasi masyarakat loka yang berkualitas? Untuk
menjawab permasalahan teresbut, maka akan dibahas tiga hal yaitu:
- Identifikasi karakteristik masyarakat penambang.
- Aktivitas partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pengusahaan penambangan.
- Analisis tentang proses pemberdayaan masyarakat dengan mengaitkan antara faktor-faktor pendukung pemberdayaan dengan karakteristik masyarakat serta bentuk aktivitas partisipasi masyarakat.
Apa saja kebijakan penambang minyak bumi pada sumur tua?
Sumur minyak tua yang sering disebut sebagai old oil well, old well, atau abandoned
oil well merupakan sumur minyak yang pengeborannya telah dilakukan puluhan
tahun yang lalu. Oleh karena produksi dari sumur itu sudah mnurun maka sumur
minyak itu ditinggalkan dan / atau ditutup. Minyak dari sumur minyak tua yang
berada di lapangan minyak tua (mature
fields / old oil fields) dapat dimanfaatkan kembali (reuse), untuk mengatasi kelangkaan sumber daya alam.
Di Indonesia, keikutsertaan masyarakat untuk berpartisipasi
dalam pengelolaan penambangan minyak bumi pada sumur tua diatur dengan
Peraturan Menteri ESDM No. 1 tahun 2008. Sumur minyak tua adalah sumur
peninggalan Belanda yang dibor sebelum tahun 1970 dan tidak diusahakan oleh
kontraktor migas mana pun. Di Indonesia, ada 13.824 buah sumur tua. Dari jumlah
itu, sumur yang berpotensi untuk digarap kembali ada 5.000 sumur dan
sumur-sumur tersebut bisa menghasilkan minyak sekitar 25 ribu barel/hari.
Untuk menggarap kembali sumur-sumur tua itu, perlu adanya
partisipasi masyarakat di sekitr tempat sumur itu berada. Partisipasi adalah istilah
yang sering dikaitkan dengan pemberdayaan. Partisipasi adalah tindakan atau
menjadi bagian dai suatu tindakan, seperti proses pengambilan keputusan.
Pemberdayaan mewakili kontrol berbagi, hak, dan kemampuan untuk berpartisipasi,
serta untuk mempengaruhi keputusan, seperti pada alokasi sumber daya.
Pemberdayaan ada tga tingkatan yaitu micro level (desa), meso
level (kota / wilayah), dan macro
level (nasional). Pemberdayaan pada skala individu, adalah peningkatan
kapasitas seseorang untuk mendapatkan kontrol atas kehidupan pribadi dan untuk
mempromosikan perubahan dalam struktur kekuasaan. Peningkatan kapasitas itu
dapat meningkatkan kesejahteraan seseorang. Pada skala masyarakat, pemberdayaan
mengacu pada proses yang membuat komunitas memperoleh kekuatan bersama dalam
kaitannya dengan keadaan sebelumnya.
Pemberdayaan juga berarti adanya pendelegasian secara sosial
dan etika / moral. Kerangka kerja pemberdayaan tersebut dapat dilihat dari
akronim ACTORS berikut ini:
- A = Authority (wewenang) dengan memberikan kepercayaan.
- C = Confidence and competence (rasa percaya diri dan kemampuan).
- T = trust (kepercayaan)
- O = Opportunities (kesempatan)
- R = Responsibilities (tanggung jwaab)
- S = Support (dukungan).
Faktor-faktor peberdayaan masyarakat tersebut di atas dapat
disejajarkan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap implementasi suatu
kebijakan. Faktor-faktor tersebut adalah: komunikasi, ketersediaan sumber daya
(SDM, pendanaan dan kewenangan), sikap dan komitmen dari pelaksana program, dan
strukur birokrasi.
Faktor-faktor pemberdayaan yang dikaji dalam penelitian ini
meliputi faktor-faktor sebagai berikut:
- Karakteristik masyarakat penambang
a.
Kapasitas masyarakat.
b.
Pemahaman masyarkat tentang sumber daya alam.
- Dukungan terhadap proses pengembangan kapasitas.
a.
Sikap dan komitmen dari pelaksana kebijakan
b.
Komunikasi
c.
Ketersediaan sumber daya (SDM, sarana dan prasarana, serta
pendanaan).
- Hubungan kewenangan antara masyarakat penambang dengan lembaga-lembaga pengelola penambangan.
a.
Struktur birokrasi
b.
Pembagian kewenangan.
METODE
- Tipe penelitian: kualitatif.
- Lokasi penelitian: Blora dan Bojnegoro
- Informan: ada 3 kelompok yaitu
a.
Pejabat pembuat dan pelaksana kebijakan
b.
Pelaku penambangan minyak.
c.
Masyarakat.
- Teknik pengumpulan data: wawancra mndalam, oservasi, dokumentasi.
- Teknik analisis data: reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
HASIL
PENELITIAN
- Karakteristik masyarakat penambang
§ Kapasitas
manajerial yang dimiliki oleh masyarakat penambang, baik secara individu maupun
kelompok, masih rendah.
§ Pemahaman
masyarakat tentang kepemilikan, hak pengelolaan penambangan, keberlanjutan dan
dampak dari kegiatan penambangan, maupun harapan-harapan ke depan masih
beragam.
§ Kesejahteraan
meningkat, tetapi baru sampai pada tahap kecukupan untuk memenuhi hidup
sehari-hari. Mereka belum dapat menginvestasikn pendapatannya untuk masa depan.
§ Ketergantungan
masyarakat penambang pada kegiatan penambangan minyak bumi pada sumur tua masih
sangat kuat.
- Partisipasi masyarakat di lokasi penelitian merupakan kondisi partisipasi yang lemah.
§ Kurang
memiliki kemampuan untuk merencanakan atau memutuskan pengembangan mereka
sendiri.
§ Pimpinan
kelompok penambang atau KUD/BUMD belum berperan dalam meningkatkan kapasitas
masyarakat.
§ Kurang
memperhatikan pentingnya peningkatan kemampuan dan ktrampilan.
§ Partisipasi
masyarakat dikendalikan dan dikelola oleh agen eksternal.
§ Cenderung
mempertahankan cara-cara lama.
§ Cenderung
menolak intervensi dari pemerintah, meskipun penolakan tersebut bersifat
tersembunyi atau ada resistensi terselubung (hidden transcript).
§ Adanya
motivasi ekstrinsik (berupa bujukan, pengaruh, dorongan) dari luar.
- Pemberdayaan masyarakat penambang belum dapat memperkuat kemauan, kesempatan, dan kemampuan (capacity strengthening) masyarakat untuk dapat meakukan partisipasi yang berkualitas.
Beberapa temuan tentang pemberdayaan masyarakat sebagai
proses peningkatan kualitas partisipasi adalah:
- Dukunan terhadap pengembangan kapasitas masih kurang.
- Belum adanya koordinasi yang baik antara instansi-instansi terkait dan belum adanya keterbukaan antar pemangku kepentingan.
- Ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan dalam proses pemerdayaan masyarakat penambang belum tercukupi.
- Adanya pemikiran praktis dari penambang yang menyebabkan aktivitas penambangan yang dilakukannya hanya berorientasi pada kebutuhan untuk memperoleh penghasilan, tanpa memikirkan pertimbangan-pertimbangan jangka panjang, keamanan fisik, dan kelestarian lingkungan hidup.
- Adanya ketergantungan penambang pada investor atau pihak-pihak yang memiliki modal besar.
KESIMPULAN,
TEMUA TEORITIS DAN SARAN
- Kebijakan pengaturan pengusahaan penambangan minyak bumi pada sumur tua belum dilaksanakan dengan proses pemerdayaan masyarakat yang sesuai dengan kondisi masyarakat setempat.
- Pemberian kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan penambangan belum dilengkapi dengan dua hal:
a.
Strategi peningkatan kapasitas penambang
b.
Kebijakan yang mengatur tentang pembagian kewenangan dan pola
hubungan antar pelaksana kebijakan.
- Proses tindakan sosial yang dilakukn untuk memberdaykan masyarakat belum memperhatikn kondisi masyarakat secara multilevel dan multidimensi. Masyarakat penambang di tigkat individu, organisasi, dan masyarakat belum dapat terlibat dan berpartisipasi dalam proses kegiatan. Proses kegiatan itu berpengaruh dalam memebtnuk masa depan mereka, baik yang berkaitan dengan perubahan sosial, politik, ekonomi, dan hukum.
TESIS
DARI KAJIAN INI ADALAH:
- Pemberian kesempatan pada masyrakat untuk berparisipasi dalam pengelolaan sumber daya alam, harus diawali dengan proses pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan ini dapat mendorong peningkatan kualitas partisipasi dan kesejahteraan masyarakat.
- Pemberdayaan masyarakat dalam konteks pengelolaan sumber daya alam di era otonomi daerah haruslah ditekankan sebagai proses peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya yang ada di sekitarnya. Pemberdayaan itu dapat dilakukan melalui pengaturan pembagian kewenangan dan peningkatan kapasitas sosial, ekonomi, politik, dan hukum, baik di tingkat individu mupun kelompok / organisasi.
IMPLIKASI
PRAKTIS PENELITIAN
- Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pengusahaan penambangan minyak bumi pada sumur tua dapat ditingkatkan kualitasnya. Peningkatan kualitas partisipasi itu dapat ditingkatkan melalui peningkatan kapasitas masyarakat di bidang sosial, ekonomi, politik dan hukum. Peningkatan itu dilakukan baik pada level individu mapun kelompok / lembaga.
- Selain peningkatan kualitas partisipasi, juga diperlukan pembagian kewenangan kepada pemangku kepentingan terkait secara proposional (sesuai dengan kapasitas serta ruang lingkup aktivitas, tugas, dan kewajibannya).
SARAN
UNTUK PERBAIKAN KEBIJAKAN PENGATURAN PENAMBANGAN MINYAK BUMI PADA SUMUR TUA:
- Kebijakan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan penambangan minyak bumi pada sumur tua perlu dilakukan dengan pola hubungan kelembagaan. Pola hubungan kelembagaan itu akan dapat mendorong msyarakat berpartisipasi mengelola penambangan minyak bumi pada sumur tua secara konstruktif.
- Dalam pengeloaan pengusahaan penambangan minyak bumi pada sumur tua, distribusi kewenangan kepada pemerintah pusat, pemerintah kabupaten / kota, K3S, KUD / BUMD, serta kelompok penambang perlu memperhatikan kriteria:
a.
Eksternalitas.
b.
Akuntabilitas
c.
Efisiensi
d.
Sinergi.
Penemuan penelitian dari Dr. Bening Hadilinatih tersebut
terutama tentang karakteristik masyarakat yang berada di sekitar tambang,
ternyata sesuai dengan tulisan Tambunan (2016). Tambunan menulis bahwa di Jambi,
Sumatera, ternyata sangat banyak tambang emas. Tanahnya juga sangat subur
sehingga banyak hasil bumi yang melimpah seperti lada, kakao, kopi dan karet. Begitu
melimpahnya hasil-hasil tambang itu sehingga Sumatera dijuluki Suwarnadwipa
atau Pulau Emas.
Melimpahnya sumber daya alam itu, ternyata tidak berkorelasi
dengan kesejahteraan masyarakat Jambi. Hal-hal buruk yang menimpa masyarakat
Jambi antara lain:
- Penambang emas liar semakin marak terjadi
- Kebun karet berubah wajah menjadi lubang-lubang tambang. Masyarakat tidak mempedulikan lingkungan hidup.
- Sungai-sungai yang ada hancur oleh alat penambang, sehingga Jambi menjadi rawan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Banyak anggota masyarakat yang mati sia-sia.
- Pemanfaat air raksa untuk menambang emas, ternyata meracuni makhluk hidup dalam jangka panjang. Air sungai di Jambi mengandung merkuri sehingga tidak layak dikonsumsi.
- Banyak terjadi kerusuhan sosial, karena masyarakat miskin melawan. Konflik sosial meningat tajam.
Fenomena yang terjadi di Jambi juga terjadi di penambangan minyak
di Cepu dan Blora. Fenomena tersebut memaksa kita untuk merenung kembali,
apakah sumber daya alam yang melimpah itu berkah atau kutukan? Para pakar ilmu
sosial hendaknya tidak berpangku tangan melihat situasi yang menyedihkan ini. Salah
satu peran pakar ilmu sosial seperti Dr. Bening Hadilinatih ini ingin menyuarakan
kepada Pemerintah Indonesia akan pentingnya CSR (Corporate Social
Responsibility). Masyarakat hendaknya tidak hanya menjadi penonton tetapi juga
terlibat dalam pembangunan / pemanfaatan hasil tambang secara bijaksana.
Orasi ilmiah yang dilakukan oleh Dr. Bening Hadilinatih ini
membuktikan bahwa ilmu-ilmu sosial seperti psikologi, hukum, dan ekonomi,
ternyata dapat diterapkan dalam dunia minyak dan gas. Hal ini penting untuk
dikemukakan karena visi dan misi Prodi Psikologi, Fakultas Psikologi, dan
Universitas Proklamasi 45 adalah berhubungan dengan minyak, gas, dan energi.
Adanya orasi ilmiah ini, diharapkan para dosen dalam bidang ilmu sosial dapat
meneliti tentang berbagai hal yang relevan dengan minyak, gas, dan energi.
Daftar Pustaka:
Tambunan, I. (2016). Tambang liar: Mengeruk petaka di Pulau Emas.
Kompas. 10 November, halaman 22.
0 Comments
Tidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji