Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

KESEDIAAN GENERASI MILINEAL MENJADI GURU



IMPLEMENTASI KERJASAMA DENGAN RRI YOGYAKARTA

Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta


Guru adalah profesi yang bagus, karena membuat pintar dan mendidik orang lain untuk berkarater baik. Profesi tersebut bahkan menjadi mulia karena guru sering kali tidak menuntut timbal balik yang tinggi. Selain itu, guru juga akan terus menjalankan profesinya terus-menerus tanpa kenal lelah. Guru juga bekerja dengan tekun, profesional, dan dilandasi dengan unsur kasih sayang. Untuk mendidik murid-muridnya, maka guru menggunakan metode modeling atau menjadikan dirinya sebagai suri tauladan, sehingga murid menjadi tunduk dan hormat pada guru. Berdasarkan metode modeling itulah maka profesi guru dianggap sebagai akronim dari bahasa Jawa yaitu digugu lan ditiru, atau segala nasehatnya dituruti serta perilakunya ditiru karena perilakunya pasti baik. Begitu besar kasih sayang guru pada para muridnya dan kesediaan guru meluangkan waktu pada murid-muridnya, maka guru sering dipersepsikan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.


Persoalan yang berhubungan dengan guru adalah semakin sedikitnya generasi milineal yang bersedia menjadi guru. Hal ini karena guru dipersepsikan gajinya rendah, tuntutan pekerjaannya sulit serta membutuhkan kesabaran yang tinggi. Pekerjaan mendidik membutuhkan waktu yang sangat lama untuk dilihat hasilnya. Mendidik adalah pekerjaan yang sering kali membuat pendidik makan hati, karena anak didik tidak menuruti ajaran-ajaran yang diberikan guru. Mendidik merupakan pekerjaan yang membuat orang yang dididik mengalami perubahan yang lebih baik, dan jarang ada orang yang bersedia mengubah dirinya. Pada umumnya orang lebih suka berada di zona nyaman yang tidak perlu ada perubahan perilaku apa pun.

Keengganan generasi milineal untuk menjadi guru juga menjadi indikator bahwa orang yang bersedia menjadi guru adalah tenaga kerja dengan kualitas buruk. Ia menjadi guru karena terpaksa, tidak ada pilihan pekerjaan lainnya yang bisa diambil.  Selanjutnya, menjadi guru di daerah terpencil, terluar, dan di luar pulau Jawa adalah pilihan yang paling dihindari oleh guru. Padahal di sisi lain, profesi guru sangat dibutuhkan oleh masyarakat baik di Jawa maupun di luar Jawa.

Lalu apa yang bisa dilakukan? Memaksa generasi milineal untuk memilih profesi guru, tentu tidak bijak. Kegiatan yang bisa dilakukan adalah memaksa diri sendiri untuk menjadi guru bagi anak-anak kita sendiri. Para orangtua harus peduli pada pendidikan anak-anaknya, ikut dalam berbagai pertemuan yang diadakan sekolah, dan berkomunikasi intensif dengan guru-guru yang masih ada. Orangtua juga harus saling berkolaborasi dengan orangtua lainnya, untuk membuat kegiatan yang mampu mendukung pekerjaan guru. Usaha bersama yang kompak ini akan meringankan beban guru. Mendidik anak adalah bukan tanggung jawab utama guru saja tetapi juga orangtua.

Siaran kali ini di RRI Yogyakarta dalam program Forum Dialog pada setiap hari Rabu pukul 20.0-21.00, ternyata diminati oleh pendengar. Tercatat ada 4 pendengar yang memberian komentar yaitu:
  1. Pak Hasan dari Pleret mengirimkan sms, yang menanyakan tentang serbuan hoax pada anak-anak didik. Para guru disarankan untuk meningkatkan kemampuannya dalam bidang teknologi informasi untuk menangkal hoax yang menyerbu anak-anak.
  2. Pak Hasan menelpon langsung dan menekankan pentingnya pendidikan karakter pada anak-anak dan sekaligus guru.
  3. Ibu Martha di Sleman mengirimkan sms dan menyatakan kecemasannya tentang anak-anak TK besar yang meniru ucapan-ucapa kasar dari media sosial.
  4. Ibu Rahayu dari Parangtritis Yogyakarta mengirimkan sms, bahwa menjadi guru adalah kesempatan untuk menyumbang sesuatu yang baik bagi Indonesia.

Tulisan ini adalah materi siaran di RRI yang terlaksana pada 22 November 2017. Siaran di RRI Yogyakarta ini adalah realisasi kerjasama Fakultas Psikologi UP45 dengan pihak RRI Yogyakarta, yang telah berlangsung sejak 2012. Adapun alumni yang terlibat dalam siaran ini adalah Sulfi Amalia, seorang aluni yang sarat prestasi dan sekarang sedang melanjutkan pendidikan S2 di Universitas Janabadra Yogyakarta. Punggawa selanjutnya adalah Tri Welas Asih, mahasiswa yang paling berprestasi dalam bidang menulis di UP45. Karya-karyanya sudah go international.

Post a Comment

0 Comments