TAMU
PADA SEMINAR NASIONAL MULTIDISIPLIN 2017 DI UP45
Arundati
Shinta
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Inovasi atau mati.
Itu adalah kata-kata bijak dalam pengelolaan organisasi. Adanya inovasi
menunjukkan organisasi tersebut terus bergerak dan berbenah dalam menghadapi
persaingan. Semua organisasi yang peduli dengan masa depan pasti melakukan
inovasi. Organisasi yang menolak inovasi adalah organisasi yang akan tertinggal
sehingga ia akan ditinggalkan oleh konsumennya.
Inovasi itu juga
harus dilakukan oleh perguruan tinggi. Semua perguruan tinggi harus berbenah.
Bila tidak ada pembenahan maka mahasiswa akan memilih perguruan tinggi lainnya.
Perguruan tinggi dengan uang SPP yang rendah bukan jaminan akan menjadi
universitas terkenal dan menjadi tujuan utama calon mahasiswa baru. Perguruan
tinggi yang diminati calon mahasiswa adalah yang berkualitas bagus dan
lulusannya diminati pasar kerja. tuntutan seperti itu sangat tidak mudah.
Lantas apa saja problematika dasar perguruan tinggi di Indonesia?
Ada 6 problem
dasar (klasik) pada perguruan tinggi yaitu:
1). Kekurangan mahasiswa
2). Fasilitas yang tidak memadai
3). Sedikitnya jumlah SDM yang kapabel.
4). Rendahnya akreditasi perguruan tinggi
5). Rendahnya inovasi pada perguruan tinggi
6). Rendahnya jumlah riset perguruan tinggi.
Enam persoalan
klasik tersebut di atas akan selalu menghantui perguruan tinggi, baik negeri
maupun swasta, baik perguruan tinggi bagus maupun kurang bagus. Untuk
memperbaiki / membuat inovasi pada perguruan tinggi, maka pimpinan dan civitas
akademika harus mengubah budaya organisasi. Budaya organisasi adalah sistem
makna yang diterima secara terbuka dan kolektif yang berlaku untuk waktu
tertentu bagi sekelompok orang tertentu.
Perubahan budaya di
perguruan tinggi ini akan memaksa dosen membuat penelitian, melakukan pengabdian
masyarakat dan melaksanakan proses belajar mengajar yang berkualitas.
Menghadapi perubahan budaya tersebut, para dosen pemalas tentu akan terkejut.
Responnya pasti akan menolak, mengkritik pemimpin (rektor) bahkan mungkin akan
melakukan demonstrasi. Bila usaha-usaha itu tidak berhasil dan ia tetap terpuruk
(karena dikucilkan teman-teman dosen yang rajin) maka ia akan keluar / justru
dipecat oleh perguruan tinggi tempatnya bernaung.
Perubahan budaya
organisasi berarti adanya rekonstruksi budaya organisasi atau proses
terbentuknya kembali nilai-nilai baru yang akan dikomunikasikan dan
disebarluaskan kepada seluruh anggota organisasi, dan kemudian dipertahankan
untuk kemudian menjadi nilai bersama. Setelah budaya baru terbentuk, maka
budaya baru itu harus dilestarikan. Pelestarian budaya organisasi dilakukan
dengan cara:
1). Pelestarian budaya secara formal.
Ø Melalui proses rekruitmen karyawan baru.
Ø Melalui sosialisasi kehidupan nyata organisasi (misalnya
melalui rapat / pertemuan formal di kantor).
2). Pelestarian budaya secara informal. Contoh kegiatan adalah
family gathering / piknik bareng keluarga dan teman-teman se-kantor.
Sebagai penutup
diskusi, maka juga penting dikutip kata-kata bijak dari Buya Hamka:
1). Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah
untuk mencoba, karena di dalam proses mencoba tersebut kita menemukan dan
belajar membangun kesempatan untuk berhasil.
2). Kalau hidup sekedar hidup, babi hutan juga hidup. Kalau
bekerja sekedar bekerja, kera juga bekerja.
Tulisan ini adalah
ringkasan materi presentasi dariNidya Dudija, A.Psi., MA., kandidat doktor
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Ibu Nidya ini bekerja
sebagai dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Telkom University, Bandung.
Presentasi ini dilakukan pada Seminar Nasional Multi Disiplin yang
diselenggarakan oleh Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. Pelaksanaan seminar
dilakukan pada 4 November 2017 di ruang seminar UP45.
0 Comments
Tidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji