Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

MENABUNG DI BANK SAMPAH “MESEM” RW 11 KAUMAN YOGYAKARTA

 

MOTIVASI MENDAPATKAN UANG BANYAK vs USAHA-USAHA UNTUK MEMPERKUAT KEBERSIHAN LINGKUNGAN

 

Ai Siti Patimah

Universitas Papua, Manokwari, Papua Barat

dan

Arundati Shinta

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

 

 

 


Membahas sampah tidak ada habisnya, karena jumlah sampah akan naik terus seiring dengan jumlah penduduk. Bila sampah yang diproduksi manusia bisa terurai di alam dengan mudah dan cepat, maka tentu saja tidak akan muncul persoalan berat. Ternyata sampah yang diproduksi manusia ada juga yang sulit terurai di alam, dan itu termasuk sampah anorganik. Bahkan ada sampah yang bisa mencapai ratusan tahun untuk terurai dengan sempurna di alam. Contohnya adalah botol plastik membutuhkan waktu 450 tahun, popok / diapers (250-500 tahun), kaleng alumunium (80-200 tahun). Bandingkan dengan sampah organik berupa kulit jeruk hanya butuh waktu 6 minggu, biji apel dan kulit pisang butuh waktu 1 bulan untuk terurai di alam dengan sempurna (Leblanc, 2019).

 

Melihat lamanya waktu yang dibutuhkan bagi sampah anorganik untuk terurai di alam, maka masyarakat diharapkan agar menerapkan perilaku 3R. Perilaku tersebut adalah reduce atau mengurangi barang-barang yang dikonsumsi / mengerem keinginan untuk membeli barang-barang. Perilaku selanjutnya adalah reuse atau menggunakan kembali barang-barang, sehingga barang-barang itu umurnya lebih lama digunakan. Perilaku yang ketiga yakni recycle atau mendaur ulang barang-barang. Contoh daur ulang itu adalah menggunakan botol minum dari plastik untuk keperluan pot tanaman. Agar proses implementasi perilaku 3R tersebut lancar maka setiap rumah tangga hendaknya membersihkan dan memilah-milah sampah berdasarkan jenisnya. Sampah yang sudah dipilah-pilah itu kemudian bisa ditabung di Bank Sampah. Setelah sampah ditimbang dan ditaksir harganya, maka nasabah akan mendapatkan uang. Uang yang diperoleh dicatat di buku tabungan. Jadi cara kerja Bank Sampah persis dengan bank pada umumnya, namun hanya beda barang yang ditabung. Kalau bank konvesional, yang ditabung adalah uang sedangkan bank sampah yang ditabung adalah sampah.

 

Persoalan yang berhubungan dengan Bank Sampah dari persepsi masyarakat adalah rendahnya Bank Sampah dalam menghargai barang-barang / sampah yang ditabung. Masyarakat sudah bersusah payah membersihkan sampah dan memilah berdasarkan jenisnya, ternyata hanya dihargai sangat rendah. Misalnya, pecahan kaca / botol kaca berwarna harganya Rp. 50,- / kg, sedangkan pecahan kaca bening berwarna putih berharga Rp. 200,-/kg. Sebelum dipilah, sampah itu juga harus dibersihkan / dicuci dan dijemur sampai kering. Volume air yang dibutuhkan untuk membersihkan plastik bekas sambal misalnya, adalah sangat banyak. Hal ini menunjukkan bahwa energi yang dibutuhkan untuk mengelola sampah adalah sangat besar. Setelah kering dan bersih, sampah kemudian dipilah menjadi paling sedikit 20 jenis. Sebagai contoh, sampah plastik dibagi menjadi 6 kategori yakni: (1) botol minum plastik, (2) kerasan (plastik yang keras biasa untuk bungkus telur), (3) plastik berwarna, (4) plastik bening putih, (5) tutup botol plastik, (6) botol shampo. Sungguh merepotkan memilah sampah, belum lagi harus ada tempat menyimpan sampah-sampah itu sebelum disetorkan ke Bank Sampah. Rasanya tidak sepadan antara usaha-usaha memilah sampah dengan besarnya rupiah yang diterima.

 

Idealnya, sampah yang disetorkan ke Bank Sampah dihargai dengan nilai uang yang memadai. Berkaca dari Jerman, ada banyak mesin-mesin seperti ATM yang fungsinya adalah menerima sampah botol / kaleng. Hampir setiap super market ada mesin tersebut. Mesin itu disebut Pfand Station dan langsung bisa memberikan uang. Harga sampah adalah setiap botol (bukan setiap kilogram) dihargai 0,25 Euro atau setara dengan Rp. 3.765,05 / botol (Prakoso, 2020). Harga yang tinggi tersebut mendorong orang-orang Jerman untuk mendaur ulang sampahnya. Indonesia belum sanggup untuk melakukan seperti di Jerman.

 

Meskipun Indonesia belum bisa semaju Jerman dalam mendorong masyarakatnya untuk mendaur ulang sampah, namun keberadaan Bank Sampah sudah sangat memadai untuk mendidik masyarakat Indonesia. Untuk mengatasi rasa greedy atau rakus terhadap uang, maka upaya yang dilakukan Bank Sampah di Jambi bisa menjadi masukan bagus. Di Jambi, masyarakat diajak menabung sampah di Bank Sampah dan imbalannya bukan uang namun emas batangan. Sebagai contoh, seorang nasabah menabung sampah dan mendapatkan uang Rp. 15.000,-. Nilai rupiah itu langsung dikonversikan dengan emas seberat 0,025 gram. Harga emas adalah 0,01 gram = Rp. 6.000,-. Tabungan bisa langsung diambil atau tetap disimpan. Nama buku tabungan adalah Buku Rekening Tabungan Emas. Emas tersebut merupakan hasil kerjasama antara Pegadaian dengan PT. Antam (Fitri, 2019).

 

Jadi intinya, pengelola Bank Sampah harus kreatif dalam memotivasi masyarakat sekitar untuk menabung di Bank Sampah. Masyarakat Indonesia masih belum bisa memahami tujuan utama berdirinya Bank Sampah yakni untuk memperkuat kebersihan lingkungan. Masyarakat masih berpikir materialistis yaitu segala sesuatu harus diukur dengan uang. Bila membakar sampah plastik dianggap lebih hemat daripada pergi ke Bank Sampah maka mereka lebih memilih untuk membakar sampah.

 

Tulisan ini adalah hasil dikusi antara penulis dengan ibu-ibu pengurus Bank Sampah Mesem di Rw 11 Kauman Yogyakarta, pada Jumat 12 Maret 2021, pukul 08.00-10.00. Penulis juga menjadi nasabah Bank Sampah, dan hari itu berhasil menyetorkan sampah seberat 5,67 kg dan dikonversikan dengan uang Rp. 2.119,- (dua ribu seratus sembilan belas ribu rupiah). Nilai rupiah itu sungguh tidak sebanding dengan biaya transportasi pergi ke Bank Sampah Mesem. Meskipun demikian, penulis tetap merasa senang karena lingkungan di rumah menjadi bersih dan sekaligus mendapat kesempatan untuk bersosialisasi dengan para ibu pahlawan lingkungan.Kegiatan ini juga mendapatkan dukungan dana dari CV. Shandya Orisnay yang berkedudukan di Sleman Yogyakarta. CV tersebut sangat peduli dengan isu-isu pengelolaan sampah terutama di daerah perkotaan.

Daftar Pustaka:

 

Fitri (2019). Berita kota Jambi: Mengelola sampah jadi emas, Pegadaian intens dengan program bersih-bersih. Tribunjambi.com. 31 Maret. Retrieved on April 25, 2019 from:

http://jambi.tribunnews.com/2019/03/31/mengelola-sampah-jadi-emas-pegadaian-intens-dengan-progaram-bersih-bersih

 

Leblanc, R. (2019). The decomposition of waste in landfills: A story of time and materials. Thebalancesmallbusiness.com. June 26. Retrieved on March 16, 2021 from:

https://www.thebalancesmb.com/how-long-does-it-take-garbage-to-decompose-2878033

 

Prakoso, B. (2020). Di Jerman ada mesin untuk tukar botol plastik jadi duit, gimana bentuknya?. Diadona. 25 Februari. Retrieved on March 16, 2021 from:

https://www.diadona.id/travel/di-jerman-ada-mesin-untuk-tukar-botol-plastik-jadi-duit-gimana-bentuknya-200224s.html

Post a Comment

0 Comments